Saturday, April 29, 2017

Pendidikan Tinggi Berbasis Perubahan

“Sistem pendidikan harus diarahkan untuk  membentuk identitas diri dan bukan membuat kepalsuan”

Alvin Info. Pendidikan Tinggi merupakan cerminan bagi masyarakat ketika institusi ini berani menciptakan perubahan artinya keluar dari sistem yang masih menutup diri dengan keegoisan dan kepalsuan. Tanggungjawab yang dilakukan oleh dosen pada pendidikan tinggi  harus mampu menjawab dan terbuka terhadap  tuntutan jaman atau globalisasi yang cenderung memberi dampak besar terhadap perilaku mahasiswanya sehingga mereka mampu menjadi calon intelektual yang berkualitas dan proaktif menjawab tantangan jaman yang terus menerus mengalami perubahan. Tanggungjawab ini tentunya tidak saja hanya terbatas pada saat proses perkuliahan berlangsung namun dibutuhkan proses evaluasi dan perbaikan sehingga kinerja dosenpun semakin mengalami peningkatan kearah yang lebih baik. Disisi lain pembentukan pola pikir yang cerdas secara kognitif terhadap calon intelektual pada pendidikan tinggi ternyata tidaklah cukup untuk membuat sebuah perubahan karena faktanya banyak orang yang memiliki kemampaun akademis (kognitif) tinggi tetapi tidak otomatis melakukan aktifitas yang menghasilkan output kreatif. Karenanya dibutuhkan kecerdasan tambahan yaitu kecerdasan yang berwujud pada kreatifitas serta siap dan mampu mengelolah pribadi menjadi produktif.

Lalu apa tujuan dari penulisan ini dalam menciptakan perubahan pada pendidikan tinggi. Menurut saya setidaknya ada tiga (3) indikator yang seharusnya menjadi catatan penting bagi pendidikan tinggi untuk pengembangan sistem pendidikan yang baik,yaitu :(1) Pembentukkan Mental (emosi dan spiritual); (2) Pembentukan Kreativitas; (3) Penerapan Kurikulum;  Perlu diakui bahwa pendidikan  tinggi di Negara kita selama ini lebih berperan pada pembentukkan ranah kognitif saja dan mengabaikan kecerdasan lainnya sehingga berimbas pada proses analisis sementara melihat perkembangan yang ada sekarang melakukan analisis secara terus menerus tidak dapat membuat mereka (mahasiswa/i) berubah akibatnya banyak dari kalangan intelektual kita melakukan kegiatan pasif tanpa membuat perubahan yang berarti artinya beranalisis tanpa disertai tindakan

1.  Pembentukkan Mental. 

Pembentukkan mental disini lebih kepada menyadari tanggungjawab dosen sebagai pembentuk mental mahasiswa pada pendidikan tinggi. Menurut saya sangat disayangkan ketika ada dosen yang belum mampu membuat perubahan pada dirinya sendiri. Perubahan yang dimaksudkan adalah menyadari bahwa tugas utama yang dilakukan adalah dengan menanamkan nilai-nilai kebijaksanaan dan kesantunan dalam seluruh proses kegiatan pembelajaran di pendidikan tinggi. Dalam prosesnya sebagian Pendidikan Tinggi ini  masih menerapkan sistem pendidikan otoriter atau melakukan kekerasan verbal terhadap mahasiswanya untuk member efek jera terhadap kekeliruan dan bukan kesalahan yang dilakukan oleh mahasiswanya.  Membentuk mental dengan cara seperti ini merupakan kesalahan karena dapat memberi pengaruh yang negatif terhadap pengembangan mental apalagi dilakukan pada Pendidikan Tinggi. Kejadian tersebut merupakan bukti nyata bahwa dosen tersebut belum memiliki mental yang baik untuk menciptakan suatu proses pembelajaran yang menyenangkan karena jelas bahwa cita-cita mulia dan tujuan pendidikan tinggi dalam membentuk mental mahasiswa menjadi “berani” dan secara kreatif menciptakan perubahan bagi dirinya dan masyarakat tidak akan terwujud. Hal ini dibutuhkan sebuah revolusi mental baginya agar tercipta suatu sistem pendidikan yang nyaman dan memiliki kesadaran mental untuk mengubah perilaku.

2. Pembentukkan Kreativitas
Seperti sudah dijelaskan pada paragraf sebelumya bahwa kemampuan akademis (kognitif) tidak otomatis melakukan aktivitas yang menghasilkan output kreatif sehingga memaknai kata kreatif disini merupakan suatu ide  atau gagasan dari proses berpikir yang melibatkan alat indera,fakta,informasi dan otak sehingga dapat menghasilkan sesuatu yang baru. Dalam kaitan ini penulis meyakini bahwa belum mantapnya pelaksanaan sistem pada Pendidikan Tinggi karena para dosen belum menyadari dengan sunguh-sungguh bahwa setiap mahasiswa pasti memiliki potensi atau kemampuan yang belum dibuktikan akibatnya yang terjadi adalah dengan melakukan kekerasan verbal terhadap mahasiswa. Sangat ironis. Kalau sekilas kita melihat penerapan sistem pendidikan seperti ini  apalagi dilakukan pada calon intelektual di perguruan tinggi jelas-jelas “membunuh” kreativitas mahasiswa sehingga pengalaman dan perubahan menuju ke arah pengembangan diri yang lebih baik tidak akan terwujud. Menurut Prof.Dr.Soedijarto,M.A. pendidikan yang berlangsung selama ini pada umumnya tidak mampu membantu peserta didik mencapai tingkatan kepribadian yang mantap dan mandiri karena proses pembelajaran pada berbagai pilar tidak pernah sampai pada joy of discovery pada pilar learning to know, tingkatan joy of being successful in achieving objective pada learning to to do,dan tingkatan joy of getting together to achieve common goal. Selanjutnya dia menjelaskan penerapan keempat pilar tersebut diharapkan tumbuhnya minat yang makin mendalam pada ilmu pengetahuan dan selanjutnya dapat menimbulkan rasa percaya diri.
Lalu apa saja indikator kesuksesan dan wujud kreativitas calon intelektual dalam hidup bermasyarakat. Menurut penulis setidaknya ada empat (4) indikator, yaitu :

  • Tidak puas dengan jabatan atau gelar yang dimiliki 
  • Bersikap proaktif (melakukan inovasi) ke arah yang lebih produktif 
  • Menyadari potensi yang dimiliki. 
  • Tidak pernah bosan untuk belajar,karena setidaknya calon intelektual terus menerus   melakukan pembaharuan tentang pengetahuan yang sedang berkembang.
 Inilah realita sesungguhnya bahwa perubahan pada nilai kreativitas mampu mencapai tujuan dengan standar yang berbeda dengan menjadi pribadi yang berkembang ke arah yang positif.

3. Penerapan Kurikulum.
     Bagaimana peran kurikulum Pendidikan Tinggi agar terwujudnya pendidikan yang berbasis perubahan dan dapat yang positif terhadap output. Peran kurikulum tidak hanya berfungsi sebagai peta untuk kelancaran kegiatan dan proses pembelajaran namun bagaimana kurikulum ini bisa dikembangkan oleh pelaku pada pendidikan tinggi (dosen) untuk secara total diterapkan dalam setiap proses pembelajaran agar dapat menciptakan perubahan yang berarti pada pola pikir mahasiswa.
Dalam Undang-Undang SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional) pasal 38 ayat 3 menjelaskan bahwa Standar Nasional Pendidikan yang dimuat dalam kurikulum pendidikan formal perlu ditunjang oleh berbagai sarana modern untuk terjadinya proses pendidikan yang optimal serta memenuhi ketuntasan belajar. Artinya berbicara tentang ketuntasan belajar berarti berbicara tentang peningkatan potensi,kecerdasan,minat dan bakat serta ditunjangi fasilitas yang memadai dalam peningkatan mutu proses pembelajaran seperti ruangan perpustakaan yang memadai dengan memiliki sejumlah koleksi buku yang terbaru dan terlengkap.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Tinggi tidak hanya sekedar gedung mewah dan bertingkat tetapi bagaimana institusi ini mempu mencetak outputnya dengan pembentukan mental yang siap untuk menghadapi tantangan global serta kreatif untuk mencipta (inovasi) dan bukan mencari karena sesungguhnya mereka (mahasiswa) sudah dibekali dengaan potensi atau kemampuan untuk mencapai suatu perubahan sehingga kesuksesan dan peningkatan sumberdaya manusia pun akan terwujud.   

Lorem ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry.

Comments